“Woi, Cina!” panggilan yang sering gue denger, yang ditujukan kepada semua orang berkulit putih dan bermata sipit. Yang kalo beli barang selalu nawar, yang kalo ketawa matanya hilang. Yang selalu dibilang merem, padahal udah melotot sampe bola mata mau keluar. Yang selalu dicap pelit, padahal cuma perhitungan. Yang selalu… (isi sendiri, masih banyak!).

Sebagai manusia yang terlahir dengan ciri-ciri seperti di atas, gue sering banget dipanggil cina, china, chinese, dan sebagainya. “Agamanya apa, Kak?” adalah pertanyaan yang bikin gue males jawab setelah “Kak, ngedit videonya pake apa?” Jujur, bingung aja gue mau bales apa. Gue lahir dan besar di Jakarta. Gue punya keluarga yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Jakarta, Medan, bahkan Puerto Rico (baca: Purwokerto).

Panggilan annoying dengan kata cina selalu bergema di telinga gue. Entah kapan akan berhenti dan meyakinkan mereka kalo gue ini lahir di Indonesia. Gue orang Indonesia. Lagian, nggak semua orang sipit itu berasal dari China. Nggak semua orang pelit berasal dari China. Cuma, kebanyakan sih iya. Tapi balik lagi deh, perbedaan adalah sesuatu yang membangun Indonesia. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya agamamu apa.” – Gus Dur.

Indonesia udah merayakan ulang tahunnya yang ke-69, cuy. Dan, masih ada aja orang yang nggak menghargai perbedaan? Cukup, deh. Mending bangun negara sendiri, bikin agama baru, dan jangan kasih orang yang berbeda masuk ke negara itu. Stop deh menjelek-jelekkan yang lain seakan-akan lu adalah keturunan Super Saiyan yang paling beda, hebat dan kuat.

Toh, Goku yang paling kuat aja bisa mati, kok.

Gue temenan sama siapa aja, nggak milih-milih, nggak mandang dia agama apa, statusnya apa, dan keturunan siapa. If you’re nice to me, I’ll be nice to you. Simpel.

Indonesia

Perbedaan bukan sesuatu yang menakutkan. Justru perbedaan ada untuk menyatukan. Kita memang berbeda-beda, tapi kita berjuang untuk kepentingan bersama. Kita memang berbeda-beda, tapi kita meneriakkan nama bangsa dan negara yang sama. Ya, Indonesia.


Gue bangga jadi orang Indonesia. Nggak pernah malu sedikit pun. Walaupun kadang risih ditanya agamanya apa, tapi gue tetep sabar dan menghargainya. Walaupun kadang kesel juga kalo dipanggil cina, tapi gue maklumin karena Indonesia punya banyak budaya. Walaupun kadang males upacara, tapi gue bangga saat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.


Ini Indonesia, negara dengan konsep demokrasi. Tempat menyalurkan aspirasi, kepada para wakil rakyat yang berdasi. Yang sering korupsi, dan mengingkari janji-janji. Kita tidak butuh janji, kita butuh bukti. Yang membuat kita yakin, lalu tanpa ragu berjuang bersama demi membangun Ibu Pertiwi.


Ini Indonesia, negara dengan banyak sejarah yang telah tercipta. Tempat lahirnya para pahlawan tanpa tanda jasa. Tempat pertumpahan darah untuk satu tujuan: MERDEKA. Yang didasarkan pada Pancasila, sebagai sebuah pegangan hidup bangsa.
Ini Indonesia, negara dengan banyak keanekaragaman. Tempat dengan sejuta keindahan yang memesona. Tempat dengan berbagai kebudayaan dari Sabang sampai Merauke yang berwarna. Yang disatukan dengan lagu Indonesia Raya, dan dinyanyikan dengan bangga.

Ini Indonesia, negara dengan banyak perbedaan. Tempat di mana gue hidup, tumbuh besar, dan berkarya. Tempat di mana gue bertemu dengan banyak orang yang berbeda. Yang dilambangkan dengan Bhinneka Tunggal Ika, dicengkeram kaki burung Garuda.

Ini Indonesia…

Mau dapet email setiap ada postingan baru?


This Post Has 49 Comments

  1. Unknown

    emg kakkevin agamanya apa se????

  2. aloha

    agamanya apa ka?

  3. nirmalazaskia

    INI KNP MASIH TANYA AGAMA KAK KEV WKWKKWKWKWKWKWKKWKW

  4. TestingOnly

    Contrary to popular belief, Lorem Ipsum is not simply random text. It has roots in a piece of classical Latin literature from 45 BC, making it over 2000 years old. Richard McClintock, a Latin professor at Hampden-Sydney College in Virginia, looked up one of the more obscure Latin words, consectetur, from a Lorem Ipsum passage, and going through the cites of the word in classical literature, discovered the undoubtable source. Lorem Ipsum comes from sections 1.10.32 and 1.10.33 of “de Finibus Bonorum et Malorum” (The Extremes of Good and Evil) by Cicero, written in 45 BC. This book is a treatise on the theory of ethics, very popular during the Renaissance. The first line of Lorem Ipsum, “Lorem ipsum dolor sit amet..”, comes from a line in section 1.10.32.

    The standard chunk of Lorem Ipsum used since the 1500s is reproduced below for those interested. Sections 1.10.32 and 1.10.33 from “de Finibus Bonorum et Malorum” by Cicero are also reproduced in their exact original form, accompanied by English versions from the 1914 translation by H. Rackham.

Comments are closed.