Percakapan dengan Sopir Taksi di Langkawi

Gue baru turun dari pesiar SuperStar Virgo yang berlabuh di pelabuhan Awana Porto Malai. Untuk pertama kalinya, gue menginjakkan kaki di Pulau Langkawi, Malaysia. Selama pergi ke luar negeri, gue baru pertama kali mengunjungi tempat yang gue nggak tahu namanya.

Kebetulan, Langkawi merupakan salah satu tujuan perjalanan dari paket pesiar yang keluarga gue ambil. Gue tahu nama pulau ini dari brosur yang dibagikan saat di pesiar. Iya, gue pergi ke sini bareng keluarga. Nenek, adiknya kakek, tante, dan gue sendiri. Sebenarnya, ada dua orang lagi. Kakak sepupu gue yang kembar. Tapi mereka nggak ikut naik pesiar. Mereka memang sengaja minta di-drop di Singapore sebelum kami naik pesiar. Enak ya, bisa bebas.
 

Jam di hape gue masih menunjukkan pukul 14.00 siang. Daripada mati kutu di pesiar, gue dan keluarga memutuskan untuk jalan-jalan sebentar ke dalam pulau ini. Dan taksi terpilih sebagai transportasinya. Pengetahuan kami tentang pulau ini nihil. Saat menemukan taksi dan ditanya, “Mau ke mana?” Nenek gue langsung bilang, “Pokoknya mall. Mau shopping.”


Sopir taksi yang wajahnya mirip Mike Tyson itu pun langsung ngangguk-ngangguk sembari berkata, “OOOOHHH mall! Ya, ya, ya…” Kami langsung masuk ke dalam taksi dengan cepat. Tanpa tahu mau dibawa ke mall yang mana. Oiya, jangan heran kenapa sopir taksinya ngerti apa yang kami ucapkan. Karena di Langkawi, mayoritas masih beretnis Melayu. Jadi, bahasa Indonesia masih ngerti-ngerti dikit, lah. Lalu, perjalanan menggunakan taksi dimulai.


Jalanan di Langkawi ini bersih. Sepanjang gue memerhatikan jendela, terdapat pantai dengan pasir putih dan kios-kios di sekitarnya. Ternyata, ini masih di “luar” pulaunya. Didorong oleh rasa penasaran yang tinggi, gue pun mulai bercakap-cakap dengan sopir taksi ini.


“Udah berapa lama Pak jadi sopir taksi?” gue membuka obrolan.


“Kurang lebih sudah 20 tahun lah ni. Hahahaha.”


“Pantes, ngendarainnya lancar banget,” kata gue dalam hati. Taksi hampir masuk ke dalam kota yang sesungguhnya. Dan, ada sesuatu yang janggal di sini. “Kok nggak ada polisi ya, Pak?”


“Ooo.. Sini memang jarang ada polisi. Meskipun ni pulau kecil, tapi orang-orangnya taat lah sama peraturan,” Lampu lalu lintas di depan menunjukkan warna merah. Sang sopir berwajah mirip Mike Tyson pun memelankan laju taksinya. “Lihat, kan. Semuanya taat hahaha.” Gue kemudian melihat ke luar jendela. Memang, nggak ada yang nerobos walaupun nggak ada polisi. Satu hal yang gue salut dengan Langkawi ini adalah sistem transportasinya yang tertib.


“Beda sama di Indonesia, Pak. Lalu lintasnya kacau. Bapak tahu Indonesia?”


“Indonesia… Hmm.. Saya ni cuma tahu Medan sama Bali. Kebetulan, saudara saya ni ada yang di Medan. Bali yang banyak turis tu? Yang pantainya terkenal,” Tiba-tiba, hape si sopir taksi berbunyi. Dia mengangkatnya lalu bilang untuk telepon lagi nanti, dia sedang ada penumpang. “Oiya, ni kita sudah nak sampai mall-nya.”


Nggak berapa lama kemudian, taksi berhenti di salah satu mall yang ada. Yah, nggak besar-besar banget dibandingkan mall di Jakarta. “Saya tunggu di sini ya,” kata si sopir taksi. Dia lalu mengeluarkan hape dan melanjutkan, “Nanti kalo sudah selesai shoppingnya, telepon aja. Hahaha.” Gue dan keluarga meninggalkan parkiran lalu masuk ke dalam mall.


Isinya kalo menurut gue biasa aja. Sepi lagi. Di mall, kami cuma sebentar. Ngeliat-liat batik, pengin beli, lalu nawar. Dan, terjadilah adegan tawar-menawar antara nenek gue dengan penjual batik. Nenek gue berusaha bilang, batik itu asalnya dari Indonesia supaya dikasih harga murah. Dengan jurus “Yaudah, lihat toko sebelah aja”, penjual batik buru-buru memanggil nenek gue yang sedang pura-pura ingin pergi. “Oke, harganya deal yak?”


Nenek gue menang.


Setelah keliling nggak jelas di dalam mall, kami pun akhirnya capek dan langsung menelepon sang sopir taksi untuk menjemput. Ketika taksi sampai, kami langsung masuk ke dalam. Yaiyalah. Kami melanjutkan perjalanan ke tempat makan. Tempat makan di sini ternyata bersahabat dengan lidah orang Indonesia. Ada rendang dan beberapa makanan Indonesia lainnya. Terus ada juga chinese food seperti kwetiau siram. Nggak lupa, banyak makanan khas Melayu di sini. Mengenai mata uang, Langkawi memakai mata uang Ringgit. Sama seperti Malaysia. Selesai memanjakan perut, kami langsung kembali ke dalam taksi lagi. Eit, gue sempet memotret taksi di Langkawi ini loh. Nih:


Sopir taksi di Langkawi
 

“Ke tempat beli buah-buahan ya, Pak.” seru tante gue.


“Oke. Saya tahu tempat jual buah-buahan yang enak di sini.” jawab si sopir taksi.


Selagi dalam perjalanan, kami yang masih penasaran dengan Langkawi ini pun bertanya-tanya lagi. Kali ini, adik kakek gue yang bertanya ke sopir taksi. “Bapak, asli Langkawi?”


“Iya. Saya lahir dan besar di sini. Nah, lihat jalan tu,” Sopir taksi menunjuk ke arah jam sebelas. “Itu daerah rumah penduduk Langkawi. Rumah saya tu di sana.” Sepanjang jalan, gue melihat banyak lahan kosong yang masih dalam tahap pembangunan. Ternyata, kata si sopir taksi, Langkawi pernah terkena dampak Tsunami Aceh tahun 2004 silam. Makanya, rumah penduduk sekarang berada di tengah-tengah pulaunya. Masih banyak kios-kios dan penjual buah-buahan. Gue kira, cuma ada di pantai. Gue yang penasaran pun bertanya lagi,


“Penduduk sini kerjanya apa aja, Pak?”


“Penduduk Langkawi ni biasanya kerja jadi sopir taksi kayak saya. Atau karyawan di hotel dan penjaga kios-kios seperti itu lah,” Sopir taksi kembali menunjuk kios-kios yang ada di sepanjang jalan. “Langkawi juga udah maju sekarang. Airport-nya sudah internasional.” Wow, batin gue dalam hati. Rata-rata, penduduk Langkawi nggak kesusahan nyari lahan pekerjaan. Karena sebagai pulau yang menarik banyak turis masuk, lahan pekerjaan di sini sangat banyak.


Dari sopir taksi, gue juga baru tahu bahwa ikon pulau Langkawi ini adalah Elang. Nama Langkawi sendiri terdiri dari dua kata. “Lang” yang berarti burung elang, dan “Kawi” yang berarti coklat. Langkawi berarti burung elang yang berwarna coklat. Nah, walaupun mayoritas penduduknya beretnis Melayu, di Langkawi, kita bisa menikmati perbedaan budaya loh. Penduduk di sini sangat ramah dan welcome banget sama turis-turis luar negeri.


Ngomongin perbedaan budaya, beberapa waktu lalu, gue baru nemuin salah satu situs bernama withlocals.com. Industri pariwisata yang dikembangkan oleh Belanda ini mempunyai konsep yang unik. Jadi, withlocals bisa saling mempertemukan turis dan penduduk lokal untuk kemudian saling berinteraksi. Destinasi wisata yang ditawarkan juga berfokus di Asia, khususnya Asia Tenggara.

Withlocals menawarkan pengalaman yang baru kepada turis. Turis jadi bisa merasakan interaksi dengan penduduk lokal, dan menurut gue itu keren banget. Kapan lagi bisa jalan-jalan dan merasakan pengalaman baru yang nggak bisa dilupakan? Selain jalan-jalan, dapet pengalaman baru. Seru!


Karena konsep withlocals itu sharing-economy, turis bisa memberikan pendapatan tambahan ke penduduk lokal, begitu juga sebaliknya (penduduk lokal mendapat lahan pekerjaan). Indonesia tercakup dalam destinasi yang withlocals tawarkan. Nah, yang uniknya, penduduk lokal bisa mendaftarkan diri loh jadi host. Dengan syarat: menawarkan tempat-tempat menarik, makanan khas, atau aktivitas yang akan dilakukan dengan penduduk lokal.


Withlocals menawarkan pengalaman baru
 

Oiya, dengan withlocals, perjalanan dijamin nggak bakal ngebosenin. Karena semua kegiatan yang akan dilakukan dengan penduduk lokal pasti menjadi suatu pengalaman yang baru yang nggak bisa dilupakan. So, buat yang pengin mendapatkan pengalaman berwisata yang seru, withlocals lah solusinya. Find the ultimate experience.


Singkat cerita, kami sampai di tempat beli buah-buahan. Penjualnya jelas penduduk lokal Langkawi.
 
Langkawi trip
 
Puas membeli buah-buahan, kami langsung kembali ke taksi dan melanjutkan perjalanan pulang ke pelabuhan Awana Porto Malai. Di perjalanan pulang, gue sempat merekamnya lewat hape. Ini nih videonya:
 

Pelabuhan mulai kelihatan, nggak ingin melewatkan pemandangan yang indah, gue minta diturunin di sekitar sana. “Pak, turunin saya di sini dong. Mau foto-foto pemandangan dulu, nanti ke pelabuhannya bisa jalan sendiri.” Setelah mendapat izin dari nenek gue, gue pun langsung turun dan mengeluarkan hape. Bersiap-siap mengabadikan pemandangan di sini.


Langkawi
 
Langkawi
 
 
Langkawi dari dalam pesiar
 
Langkawi
 
Langkawi
 
 
Di Langkawi

Terima kasih atas sebuah percakapannya, Pak! Dari obrolan itu, gue yakin bahwa di dunia ini, masih banyak tempat-tempat indah yang mungkin masih nggak diketahui namanya. Sama kayak gue yang pertama kali ke sini, tanpa tahu nama pulaunya. Dan, semoga kita bisa berjumpa kembali suatu saat nanti, wahai bapak sopir taksi. Cheers.

Mau dapet email setiap ada postingan baru?


This Post Has 29 Comments

  1. Unknown

    Jurus nenek gue juga tu (y) turun ke mama gue xD haha. Tapi terbukti ampuh :v

  2. Unknown

    mending ke langkawi naik apa yang murah meriah? sama nyari tourtravel murah

  3. Unknown

    Pastilah Langkawi uangnya Ringgit kerna Langkawi itu di Kedah, Malaysia.

  4. Unknown

    yahhh ga nyatet no hp nya bpk taksi ya?
    sy lg butuh mobil dan driver yg bs dipercaya nih utk di langkawi…
    kasusnya sama…turun dr pesiar bingung mo kemana…
    thanks ya

Leave a Reply to Unknown Cancel reply