Review: Lontang-Lantung – Roy Saputra

Gue punya banyak temen-temen sekolah yang udah kerja di luar sana. Mereka biasa kerja sehabis pulang sekolah, atau sebelum masuk sekolah (anak SMK, masuknya siang). Kerjaannya pun macem-macem, dari bantuin jaga toko/stand di mall, buka usaha/online shop sendiri, jadi SPG rokok kalo mereka punya badan yang bagus, sampai kerja rodi bangun jalan Anyer-Panarukan di bawah pimpinan Herman Willem Daendels. Semuanya kerja dengan motivasi uang dan alasan cari pengalaman. Ada juga yang karena ingin cari uang jajan tambahan atau membantu meringankan beban orang tua. 
 
Gue sendiri masih agak asing dengan dunia kerja. Jangankan di-interview kerja, buat CV lamaran kerja aja belum pernah. Eh, pernah sih. Itu juga disuruh buatin untuk kakak gue. Gue memang adik yang sangat baik hati. Maksud gue, gue belum pernah buat CV lamaran kerja untuk diri sendiri. Mungkin, ke depannya gue akan melakukannya. 
 
Hal yang gue tau dari temen-temen gue yang pernah kerja part-time, mereka selalu menyiapkan CV lamaran kerja, kemudian lontang-lantung mencari suatu perusahaan yang membuka lowongan, mendatangi kantor perusahaan tersebut, lalu langkah berikutnya menunggu interview kerja. Dan kalo diterima, ya mereka kerja. PRJ (Pekan Raya Jakarta) adalah salah satu momen di mana temen-temen gue melihatnya sebagai “lapangan pekerjaan”. Padahal yang gue lihat, PRJ adalah momen di mana masyarakat Jakarta merayakan hari ulang tahun Jakarta dengan bentuk pameran di suatu tempat. 

 
Eh, ini kan gue pengin review buku, ya? Kok malah muter-muter ngomongin soal kerjaan? Kebetulan, buku yang bakalan gue review kali ini adalah buku komedi seputar dunia pekerjaan. Buku ini berjudul Lontang-Lantung, dengan Roy Saputra penulisnya. Buku ke-10 Roy Saputra ini merupakan kemasan ulang dari novel fiksi komedi yang pernah di rilis awal 2011, dengan judul yang sama. 
 
Lontang-LantungPenulis: Roy Saputra
Judul: Lontang-Lantung
Genre: Novel Komedi
Tebal: 252 hal
Penerbit: Bukune
 
Deskripsi
 
“Ri, namaku tak ada di sini,” kata Togar menggaruk-garuk kepalanya. Nama Togar jelas nggak ada. Dia kan nggak pernah masukin lamaran.

 

 

 

Gue mendekat ke arah Togar dan sedikit berbisik, “Coba lo liat, di situ ada yang nama Batak tapi masih kosong, nggak? Lo tanda tangan di situ aja. Ngaku-ngaku jadi dia.”

 

“Kenapa pula mesti nama Batak?”
“Gini, ya, Gar. Badan gede, muka kotak, dan logat Batak gitu, masa iya nama lo Paijo?”
“Ah, pintar juga kau. Tak percuma Mamak kau sekolah kan kau tinggi-tinggi!” Togar semangat mencari nama Batak yang kosong, “Eh, Ri. Ketemu, nih!”
“Siapa?”
“Rani Pangabean!”
“Yang cowok, Gar. Yang cowok.” Gue menunduk malas.
“Ah, iya. Benar juga kau!”
Togar menelusuri lagi daftar dan berhasil menemukan nama yang sepertinya pantas untuknya. Yohan Sitompul.
“Silakan tanda tangan di sini, Pak Yohan.” Mbak penjaga menunjuk kolom yang kosong.
“Ah, iya. Yohan, Yohan. Memang aku itu Yohan. Yohan Sitompul. Terima kasih banyak, Mbak. Salam hangat dari saya; Yohan Sitompul.” Togar yang grogi, mengulang-ngulang nama Yohan, membuatnya terlihat sangat kikuk dan aneh.
Cari kerja zaman sekarang emang nggak gampang, banyak orang rela melakukan apa sana. Itu juga yang dialami Ari Budiman, seorang sarjana pengangguran yang tak henti berjuang mencari pekerjaan demi sesuap nasi, tempe, ayam, dan tahu. Berhasilkah dia?
*… tolong ya, dibantu ya. bim salabim, kerja apa? prok prok prok.*
 
***


Tulisannya pertama dari Roy Saputra yang gue baca adalah “Se(d)jarah”, di buku Setahun Berkisah. Alur ceritanya menarik dan sekaligus membuat gue belajar sejarah tempat-tempat di kota Jakarta. Menurut gue, endingnya kampret abis. Nggak ketebak. Untung aja itu fiksi, kalo beneran, pasti bakalan nyesek. Sejak saat itu, gue jadi suka baca tulisan-tulisan dari Roy Saputra. Tulisannya keren, bahkan lebih keren dari orangnya sendiri. Oke, bang Roy, gue harap elu mengerti apa yang harus dilakukan setelah gue puji barusan. Gue tunggu ya, transferannya! Hahaha.
 
Lontang-lantung adalah sebuah novel komedi yang bercerita tentang Ari Budiman, si mahasiswa lulusan kuliah S1 jurusan ekonomi yang sedang lontang-lantung mencari pekerjaan. Ari Budiman nggak sendiri, dia temani dua orang sahabatnya; Togar dan Suketi. Togar adalah seorang Batak berambut kribo yang ngaku-ngaku cucu seorang penulis lagu nasional, C. Simanjuntak. Sedangkan Suketi, adalah seorang cowok keturunan Timur Tengah (bapaknya Jawa Timur, ibunya Jawa Tengah) yang berlogat jawa medok. 
 
Ari Budiman mengikuti wawancara kerja di berbagai perusahaan, sampai tes fisik lari keliling lapangan sebanyak 30 putaran, dan malah berakhir di perusahaan Glory Oil. Sebut saja Toko Oli Jaya. Oli Grengnya kakaaaaak!!
 
Sampai pada suatu peristiwa yang membuat Ari Budiman harus menjadi IT Division Head di Indobahari, hanya karena namanya yang pasaran itu. Ari Budiman pun bersaing dengan Bento, rekan satu perusahaan yang sinis kepadanya, untuk merebutkan posisi tersebut. Buku ini juga menyelipkan unsur percintaan, antara Ari Budiman dengan Bella, juga Suketi dengan Lena. Yang pada akhirnya, ternyata Lena… penasaran? Makanya, nanti beli dan baca sendiri aja. 

Lontang-lantung juga punya theme song, loh. Dengerin deh lagunya di bawah ini: 
 




Menurut gue, Lontang-lantung ini wajib dibaca buat kalian semua yang masih pada lontang-lantung nyari pekerjaan. Lewat buku ini, ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil. Salah duanya, terwakili dengan quote: 1) Kalau sukses nggak boleh sombong, gagal apalagi. 2) Selain berkumur dan bercukur, kita juga harus bersyukur setiap hari.

 

Di buku ini, ada juga teori Roy Saputra yang membuat gue bilang “Wah, kok gue nggak kepikiran ya…”. Adalah teori tentang restoran mahal dengan lampu remang-remang, dindingnya yang agak gelap, dan banyak patung-patung. Menurut teori tersebut, tentang kenapa banyak patung-patung di restoran mahal: “Mungkin patung-patung itu tadinya adalah manusia yang sedang makan di restoran ini. Karena gagal bayar, mereka disemen dan dijadikan hiasan dekat WC. Nista sekali.” Mungkin teori ini ada benernya.
 
Overall, komedi di buku ini pas dan nggak berlebihan. Komedinya padat, dan nggak dipaksakan. Lucunya dapet, pelajarannya juga dapet. Dalam buku ini, banyak juga loh pesan-pesan positifnya. Tentang perjuangan mencari kerja, persahabatan yang kuat, dan yang paling penting kejujuran. Pokoknya, buku ini menarik. Gue jadi nggak sabar nunggu filmnya beredar di bioskop. Iya, Lontang-lantung bakal di-film-in, bro! 


Luck is made by God. Others are made in China. – Lontang-lantung


Oli Grengnya, kakaaaaaaaaaak!

Mau dapet email setiap ada postingan baru?


This Post Has 22 Comments

  1. Kresnoadi DH

    Wuih. Gue udah punya nih. Muehehe. Gue pikir endingnya bakal kayal gimana. Ternyata.. *ceritanya biar yang baca ini penasaran*

  2. Unknown

    Gue jadi tertarik pengen beli nih, pas udah dikasih tau sinopsisnya. Apalagi ini menceritakan tentang susah-nya mencari pekerjaan, padahal udah jadi sarjana. Hmmm.

    1. Kevin Anggara

      Iya, novel ini juga dijadiin film loh. Buruan beli hahah.

  3. Reza Kurniawan

    kampret made in china yang lain XDDD
    Makin banyak yg dijadiin film ya… kapan nyusul, vin? (/ ' ')/

    1. Kevin Anggara

      Iya, doain aja ada produser yang tertarik wahahaha x))

  4. Unknown

    *brb kumpulin duit jajan* kayaknya keren deh itu buku! haha

  5. Unknown

    *masukin daftar tunggu buku baru* *kemudian ngamen*

  6. Unknown

    kayaknya mending gue beli bulu lu dulu dehbro.
    oya selamet ya dah bisa nerbitin buku walau gue ngucapinnya agak telat.

  7. Unknown

    Oke vin.. postingan review buku lo ini sangat membantu gue untuk menulis review buku GagasDebut nanti. Makasih vin. Sukses!

  8. dapidos

    "stealing is borrowing.. with style" x))
    ngakak. endingnya juga.
    penasaran sama versi filmnya 😀

    1. Kevin Anggara

      Haha, gue juga penasaran. Wajib nonton ini mah 😀

    2. Radinna Nandakita

      Wah, penasara sm bukunya. betewe, mau donk diajak nontong Bang Kevin… #kedipkedip

    3. Kevin Anggara

      Ajak doang ya, tapi tiketnya beliin. o/

  9. Kambing Ganteng

    Wahahah seru juga nih ceritanya. Film-in seru nih 😀

Comments are closed.