Proses atau Hasil?

Tears in Heaven
Hidup adalah proses belajar dan perjuangan tanpa batas. Kalo sedang melakukan sesuatu, jangan langsung terpusat pada hasilnya. Tapi nikmati aja prosesnya. Proses itu adalah cara kita belajar menjalani sesuatu yang dihadapi. Kita bisa sukses karena apa? Karena proses yang kita lewati itu. Kadang, proses memang lebih dihargai ketimbang hasil. Kecuali saat ulangan. Murid nyontek, disalahin. Padahal itu kan proses mendapatkan nilai yang bagus? 


Iya, dengan cara yang salah.

 

 

 

Apalah arti sebuah nilai yang tertulis di atas kertas, kalau ilmu yang kita pelajari tidak berbekas sama sekali di otak? – ngambil quote dari buku #SGFD.

 

Contohnya gue, saat proses menulis naskah buku pertama yang akhirnya terbit Agustus lalu. Gue menikmati menulis naskah buku itu dengan sepenuh hati. Gue nggak mikirin hasilnya nanti gimana, karena menurut gue proses lebih asyik dinikmati ketimbang hasilnya. Kalo mau sukses, kuncinya: nikmati proses, jangan kebanyakan protes. 

 


Oh iya, dalam rangka GagasDebut bersama GagasMedia, Angelia Caroline, penulis buku Tears in Heaven, akan menceritakan sedikit tentang bukunya dan perjalanan di balik terbitnya buku tersebut. Yuk, silahkan simak tulisan dari Angel ini:

 

A Journey of a School Project to the Bookstore
Tak sedikit dari kita yang menyimpan luka di hati, hal-hal tidak menyenangkan di masa lalu yang sebisa mungkin berusaha dihapus dari memori. Namun, semakin kita berusaha melupakannya, kenangan pahit itu malah semakin menghantui kita, membuat kita membenci orang-orang yang terlibat dan tak jarang diri kita sendiri.
Bagaimanapun kita berharap sebaliknya, tidak ada seorangpun yang bisa mengubah masa lalu. Membenci tak akan membawa kita sejengkal pun lebih dekat pada solusi. Kadangkala, yang kita perlukan hanyalah cinta yang tulus dan keikhlasan untuk memaafkan.
Tears in Heaven merupakan sebuah kisah tentang seorang remaja bernama Nathan. Orang tua Nathan sudah bercerai semenjak ia kecil, sebuah kejadian yang menimbulkan luka yang membekas di hati Nathan, terutama terhadap ayahnya yang meninggalkan ibunya untuk menikah lagi dengan perempuan lain.
Setelah didiagnosis menderita leukemia akut, Nathan harus meninggalkan Bali untuk tinggal di Jakarta bersama ayah dan ibu tirinya. Sebuah kejadian yang membuat Nathan benar-benar membenci hidupnya.
Namun, ia mendapati bahwa ternyata hidup di Jakarta tidak seburuk kelihatannya. Di sekolah barunya, ia menemukan persahabatan dalam diri Tania, Marvin, dan Brian. Dia juga bertemu dengan Kayla, seorang gadis mungil yang begitu memahaminya. Kayla selalu ada untuk menemani dan mendukungnya. Kayla juga yang membantu Nathan berdamai dengan masa lalunya dan diri sendiri.
Love and acceptance. Mungkin merupakan tema yang terkesan umum untuk dibahas. Tapi saat mulai menyusun ide cerita, dua hal itu terasa sangat menarik bagiku. Berangkat dari perasaan itulah aku memilihnya menjadi dua tema utama dalam novel Tears in Heaven.
Sedikit sharing, waktu kecil dulu, aku sangat suka bermain dengan boneka-boneka. Masing-masing boneka kuberi nama dan kujadikan pemeran dalam kisah-kisah hasil imajinasiku. Seiring bertambahnya usiaku, boneka-boneka itu tersimpan rapi di dalam lemari. Namun, cerita tentang mereka tak pernah kulupakan.
Bermajinasi merupakan caraku berpetualang dalam dunia nan luas penuh warna, sebuah dunia pribadi yang aku yakin pada dasarnya ada dalam pikiran semua orang. Dengan menulis, aku menemukan cara untuk memberi kehidupan pada kisah-kisah dalam duniaku, membentuk cerita mereka dengan merajut untaian kata demi kata.
Tears in Heaven adalah kisah pertamaku yang berhasil mewujud ke dalam bentuk sebuah novel. Awalnya novel ini merupakan novella sepanjang 40 halaman yang menjadi tugas proyek ekstrakurikuler yang kuikuti di sekolah, kelas creative writing yang telah menjadi tempatku belajar begitu banyak hal selama setahun terakhir.
Dari Kak Rani Andriani Koswara aku belajar cara mengembangkan ide, menuliskannya, dan mengemasnya menjadi sesuatu yang layak dibaca. Di bawah bimbingannya juga aku berhasil mengawal perjalanan sebuah draft novella berjudul Eternal Sunshine bermetamorfosis menjadi sebuah novel berjudul Tears in Heaven yang diterbitkan oleh GagasMedia bulan September 2013.
Semoga Tears in Heaven bisa menjadi sesuatu yang meninggalkan kesan manis di hati para pembaca
Angel
 
***
 
Angel mengawali proses menulis naskah novel dengan mengikuti ekstrakurikuler dan berhasil mengembangkan novella 40 halamannya menjadi sebuah buku. Sama seperti gue, bedanya, gue mengawali proses menulis naskah ini dari blog. Ujung-ujungnya juga berhasil sih, mengembangkan naskah itu menjadi sebuah buku. 
 
Terlihat dari tulisannya, Angel juga sepertinya menikmati proses menulis naskah itu. Kita sama-sama pernah pusing karena dikejar deadline, dihantui terus sama editor, dan yang paling parah combo keduanya. Oh, ini jadinya curhat terselubung. Iya, intinya kita sama-sama menikmati prosesnya. 
 
Memang, hasil kadang nggak selalu memuaskan. Tapi yang terpenting adalah kita menikmati prosesnya. Kalo udah maju, jangan pernah mundur lagi. Kata game Crash Team Racing, itu namanya wrong way. Kecuali kalo main tarik tambang. Kita harus mundur terus sampe belakang. Biar tim kita menang, dan semuanya senang. 
 
Karena proses itu wajib dan hasil itu bonus.
 

Mau dapet email setiap ada postingan baru?


This Post Has 20 Comments

  1. Djo

    memang itu adalah hal yang krusial, kebanyakan orang lebih memilih hasil yang memuaskan daripada proses yang menyenangkan. tapi Yah,, mungkin itu sudah mendarah daging di diri mereka. yang terpenting adalah kita harus bisa menikmati sebuah proses untuk bisa meraih hasil yang sangat memuaskan.

    1. Kevin Anggara

      Gue sendiri lebih menikmati prosesnya ketimbang hasilnya. Hehe, seperti kata gue, hasil itu cuman bonus.

  2. Niken Rinda Ardita

    Jikalau hasilnya memuaskan akan lebih baik lagi, maka dari itu orang sering berpikir hasil dibandingkan proses. Karena yang sering dilihat org lain pun hasilnya bukan proses. Padahal proses pun punya peran penting dalam hal ini

    1. Kevin Anggara

      Tergantung sudut pandang orang, beda-beda juga sih hoho.

  3. Kresnoadi DH

    Yang terbaik memang prosesnya. Hasil itu bonus. Dan proses yang baik akan mendapat bonus dari 'atasan' :))

  4. Almuh Blog

    Kalau kita sudah berproses, bagaimanapun hasil pasti akan kita dapat yang penting nikmati prosesnya :)) Nice Posting. Almuh Blog

  5. Adeqyuw

    sama kayak prinsip kuliah gua.
    kuliah itu proses yang harus dinikmati, make toga dikepala itu hasil dari proses, dan dunia kerja yang kita inginkan adalah bonusnya.
    percuma make toga kalo prosesnya ga asik.
    nyambung ga sih vin komentar gua ?
    keren nih postingan :))

  6. Anonim

    masih main CTR mas 😀

  7. paresma.psikolog

    lempar sepatu buat artikel ini

    sepatu = "Sepakat bin setuju" 😀

  8. Unknown

    hasil memang penting, tapi proses ga kalah penting.
    sebagian orang berorientasi pada hasil, tapi yang sudah merasakan, pasti lebih menghargai proses.

    Gue ngomong apa ya ? hahah.. nice post , vin !

  9. Dini Febia

    Yup, bener banget. Kita melihat prosesnya dan proses tersebut memang harus dinikmati. Maka, jangan pernah berhenti dalam proses kalau kita ingin mendapatkan hasil.

Comments are closed.