Dari kecil, gue udah terbiasa untuk bersyukur atas apa yang gue punya. Bersyukur karena udah diberi hidup, diberi badan yang sempurna (ya, walau pada akhirnya mata minus dan harus pake kacamata), diberi kedua orang tua yang menyayangi gue, diberi sedikit keahlian (dan keberuntungan) dalam menulis sampe bisa bikin buku, dan masih banyak lagi. Semua itu nggak lepas dari yang di “atas”.
Setiap gue pengin sesuatu, entah barang atau apapun itu, gue selalu berusaha untuk mendapatkannya. Di dalam otak gue, ada satu syaraf yang selalu menyampaikan pesan: If you can see it, you can have it. Yeah, kalo gue pengin sesuatu itu, asalkan gue udah liat, gue pasti bisa mendapatkanya. Bagi gue, sesuatu yang didapat dengan usaha sendiri itu jauh lebih “bermakna” ketimbang sesuatu yang didapat karena meminta kepada orang tua sambil merengek selama 3 bulan.
Sesuatu yang didapat dengan usaha sendiri membuat gue lebih berhati-hati dalam menggunakan atau menghabiskannya. Misalnya, gue bela-belain kerja part-time jadi ojek sepeda sepulang sekolah. Niat gue ngumpulin duit untuk bisa beli buku-buku terbaru yang terbit di Gramedia. Pulang sekolah, bukannya langsung ke rumah terus belajar, gue malah ngambil sepeda dengan buru-buru dan menuju pangkal ojek sepeda di depan rumah guru. Siang panas-panasan, keringat mulai berjatuhan, kemeja mulai basah nggak karuan, tapi demi bisa beli buku, gue bekerja mati-matian.
Setelah seminggu lamanya gue bekerja part-time sebagai ojek sepeda, akhirnya duit selama bekerja itu pun terkumpul untuk bisa membeli buku-buku di Gramedia. Gue lalu ke Gramedia dengan sepeda, mencari buku-buku baru, membaca sinopsisnya yang semoga aja bisa membuat gue tertarik untuk membelinya, kemudian membayarnya di kasir. Pulang dari Gramedia, gue puas karena bisa mendapatkan apa yang gue mau dengan usaha sendiri.
Gue jadi lebih berhati-hati membaca buku yang gue beli tersebut. Membalik halamannya dengan penuh kasih sayang, berharap nggak lecek sedikitpun. Selesai baca, gue taruh di rak buku dengan kehangatan tangan ojek sepeda yang gue punya. Menaruhnya dengan beberapa koleksi buku yang sebelumnya udah ada di sana, sembari tersenyum puas karena bahagia.
Kalo ada yang mau minjem buku yang gue beli tersebut, gue juga bakal mikir-mikir buat mengizinkannya. Kalo rusak gimana? Kalo lecek gimana? Kalo nanti nggak dibalikin gimana? Itu kan hasil kerja keras gue, ngorbanin waktu istirahat dan belajar, panas-panasan di pangkalan, betis jadi gede gara-gara goes sepeda, dan kelelahan karena penumpang banyak banget.
Nah, dari contoh di atas, gue jadi lebih berhati-hati dalam menggunakan sesuatu yang gue dapat dengan usaha sendiri. Beda ceritanya kalo gue ngerengek sama orangtua selama 3 bulan, minta beliin sepeda kayak gini:
Setelah dibeliin, gue bakal make seenaknya. Tanpa peduli sepeda itu mau rusak atau hancur nantinya. Pulang ngojek sepeda seperti biasa, bukannya markir dengan bener, gue malah geletakin gitu aja di depan rumah. Secara otomatis, di otak pasti tertanam “Ah bodo amet, kalo rusak kan tinggal minta lagi.” Nah, perbedaannya terletak di sini. Gue berhati-hati dalam menggunakan sesuatu karena gue inget, usaha gue untuk mendapatkannya nggak mudah. Gue seenaknya dalam menggunakan sesuatu karena gue inget, ini kan gue dibeliin sama orang tua. Jadi kalo rusak, ya tinggal minta lagi.
Yap, maknanya berbeda. Beberapa orang kebanyakan pengin yang instan, daripada usaha sendiri untuk mendapatkannya. Beberapa orang seharusnya malu, karena dengan pikiran “Ah, gue bisa minta orangtua gue beliin lagi”, mereka secara nggak langsung bakal tumbuh dengan manja, selalu mengandalkan orang lain. Memang, kita ini makhluk sosial, yang membutuhkan orang lain untuk hidup. Tapi, apakah kalian nggak mau usaha sedikit, tanpa merepotkan orang lain, demi sesuatu yang kalian impikan? Apakah kalian harus selalu mengandalkan orang lain, demi sesuatu yang nantinya bakal kalian pamerkan ke teman-teman? Kalo nggak mau berjuang untuk mendapatkan sesuatu, cukup berhentilah berharap untuk mendapatkannnya.
Gue pernah denger cerita yang menginspirasi dari negeri China. Ada seorang gadis kecil, bernama Ma Yan, yang berjuang demi mendapatkan pendidikan. Ma Yan harus menempuh perjalanan sejauh 20km untuk mencapai sekolahnya. Suatu saat, Ma Yan ingin membeli sebuah pena seharga 2 yuan, setara dengan uang jajannya selama 2 minggu. Uang jajannya itu nggak dipakai buat jajan, tapi untuk membeli sedikit sayur dan lauk sebagai teman makan siangnya dengan nasi putih. Uang jajan itu juga lah yang harus dipakainya untuk transportasi, naik traktor, apabila suatu saat Ma Yan merasa capek berjalan sejauh 20km. Karena keinginannya yang kuat untuk mendapatkan pena tersebut, Ma Yan rela menahan diri untuk menikmati nasi putihnya tanpa sayur ataupun lauk.
Selama 3 minggu, Ma Yan harus makan nasi putih TANPA ada sayur dan lauk. Bahkan, garam pun nggak ada untuk menghilangkan rasa tawar di mulutnya itu. Hingga pada satu saat, Ma Yan bener-bener nggak mampu menelan nasi putih tersebut bila nggak dipaksa. Ma Yan merasa mual dan ingin muntah. Ma Yan pun harus berpuasa selama 24 jam demi mendapatkan bakpao sebagai menu makan malamnya di asrama setiap hari. Pagi harinya, Ma Yan hanya mendapatkan secangkir teh panas TANPA ada sesuatu lagi untuk dimakan.
Karena keterbatasan biaya, ibu Ma Yan harus memilih antara Ma Yan atau adiknya yang harus sekolah. Ma Yan protes, dalam sebuah tulisan di balik bungkus tepung yang dibacakannya di depan ibunya (ibunya buta huruf). Katanya: “Ibu, aku tak mau berhenti sekolah. Lakukan sesuatu agar aku bisa tetap sekolah sehingga nasib kita bisa berubah.” Ma Yan menunjukkan kepada ibunya, keinginannya yang kuat untuk sekolah.
Pena yang dulu diimpikan oleh Ma Yan, akhirnya mengantarkan lembaran “buku harian”-nya ke sebuah grup petualang dari Perancis yang sempat datang ke desa tempat Ma Yan tinggal tersebut. Ibu Ma Yan yang menyerahkan lembaran buku harian itu berasumsi bahwa para petualang dari Perancis sedang mencari anak pintar di desanya. Kehilangan buku harian tersebut membuat Ma Yan merasa kehilangan sebagian besar jiwanya. Tapi, sang Ibu meyakinkan bahwa naluri seorang Ibu nggak akan salah. Dan benarlah naluri Ibu Ma Yan. Kisah dalam lembaran buku harian itu berhasil diangkat menjadi sebuah buku yang berjudul: The Diary of Ma Yan: The Struggles and Hopes of a Chinese Schoolgirl.
***
Cerita di atas menginspirasi gue, biar gue bisa lebih bersyukur terhadap kondisi dengan segala keterbatasan yang ada. Gue harus selalu berusaha, sebelum mengandalkan orang lain. Karena itu, gue selalu menanamkan kalimat ini di kepala gue: Lihat “ke atas” biar kita tahu diri, lihat “ke bawah” biar kita selalu bersyukur. Ya, dengan itu, gue belajar bahwa sehebat apapun gue, gue harus tahu diri, gue sadar bahwa pasti ada aja yang lebih hebat dari gue. Seburuk apapun gue, gue harus selalu bersyukur. Meskipun gue udah bisa dibilang jadi ‘penulis’ buku, gue nggak bakalan mau sombong, karena gue sadar, gue masih memerlukan oksigen untuk napas.
Gue nggak pernah pamerin titel ‘penulis’ ini, karena gue sadar, masih banyak penulis lain yang lebih hebat dari gue. Gue juga sadar, gue masih mampu berusaha, makanya gue nggak pernah minta-minta. Gue selalu inget, siapa aja yang ada di sebelah gue saat gue bukan siapa-siapa, saat gue ada di bawah, sampai kayak sekarang ini. The important things in life, jangan pernah berhenti berusaha dan jangan menyerah mendapatkan apa yang kalian mimpikan. Selalu ingat untuk bersyukur atas apa yang udah diberikan.
Apa adanya kita, tetep bersyukur.
Gue nggak pernah pamerin titel ‘penulis’ ini, karena gue sadar, masih banyak penulis lain yang lebih hebat dari gue. Gue juga sadar, gue masih mampu berusaha, makanya gue nggak pernah minta-minta. Gue selalu inget, siapa aja yang ada di sebelah gue saat gue bukan siapa-siapa, saat gue ada di bawah, sampai kayak sekarang ini. The important things in life, jangan pernah berhenti berusaha dan jangan menyerah mendapatkan apa yang kalian mimpikan. Selalu ingat untuk bersyukur atas apa yang udah diberikan.
Apa adanya kita, tetep bersyukur.
This Post Has 40 Comments
Gue juga. Dulu tiap libur semester malah ikutan tmn2 gue yg lulusan Smk buat kerja nguli bangunan. Dan hasilnya seru! Gue capek, tp disana gue knal keluarga baru. Ibuk2 yg juga kerja keras dan ayah2 yg bertaruh keringat buat keluarganya. Gaji? Gue cm anggep itu bonus give away dr petualangan gue. 🙂
Nah, gini baru tjakep!
gue selalu diajarin sama orang tua gue buat berusaha dulu kalo mau dapetin sesuatu. gue nyisihin duit bahkan sampe nggak jajan kalo mau beli sesuatu dan akhirnya gue belajar apa itu usaha.
Kalo diturutin hidup ini nggak ada puasnya, mensyukuri apa yang ada itu lebih baik.
Bener banget, bro.
Yes, segala sesuatu yang kita dapetin dengan usaha, pasti bakal kita jaga dengan mati-matian. Dan. sabar juga penting kalo menurut gue. Kalo Ma Yan ngga sabar dan ngambek ke nyokapnya, habislah ia. Gue nih, kadang orangnya masih ngga sabaran. 😮
Bener tuh, sabar juga penting. :))
Yeah, beli benda impian dengan uang sendiri yang didapat dari usaha sendiri memang sangat menyenangkan…. Benda itu pun biasanya jadi awet karena kita merawatnya dengan baik.
Baca cerita tentang Ma Yan , jadi inget buku Merry Riana, dimana ia berjuang mati-matian untuk bisa sukses, termasuk melakukan penghematan-penghematan yang berat….
Yoi! Semoga hubungan dengan orang yang disayang juga bisa awet ya kalo kita sering usaha dan ngerawatnya. Hehe.
gue juga mulai sadar dan berusaha pengen kaya gitu :") mulai dari hemat dlu
Yap, dimulai dari hal kecil dulu :))
iye, dulu aku juga pernah gitu. Nabung uang jajan trus jualan jersey bola untuk beli ps3, udah terkumpul sekitar 2 juta, orang tua jadi simpati trus ngomong, "Yaudah, beli aja ps3nya, sisanya pake uang papa aja." Yang penting udah usaha, rezeki akan datang sendirinya. Hampir sama kayak quotes di fil 3 idiots, "Jangan kejar kesuksesan tapi kejarlah kesempurnaan maka kesuksesan akan menghampirimu." Hehe..
Nah, bener banget nih!
Setuju sama ini vin,
Kalo hasil keringat sendiri itu bawaanya nikmat aja, beda kalo dikasih. Buku, HP dan banyak yang lainnya juga hasil kerja keras gue. Dan gue jadi menghargai semua benda2 itu. Dijaga..
Ahahah sama vin, gue juga mikir2 kalo mau minjemin temen2 gue buku. Takut rusak dan ga dibalikin. Soalnya udah pernah ngalamin..
Iya, cup. Hehe. Dengan gini, kita jadi dilatih buat selalu bersyukur dan menjaga barang yg kita punya dengan sepenuh hati~
nah, kelemahan gue adalah : mau usaha sendiri, mau dikasi orang, gue teledor banget. gak pilih pilih. emang dasarnya teledor. cincin tunangan aja gue ilangin. Bb hasil siaran 7 bulan ilang. motor yg di dp pake uang hasil lomba penyok gara2 gw pake kebut kebutan. cuma netbook yg masih bertahan smp skr. itupun batere dh soak, harus di charge nonstop. punya solusi ga vin? ;"
Harusnya kalo barang dari usaha sendiri bisa lebih hati2 jaganya, soalnya gue bayangin lagi usaha pas gue dapetin barang tsb gak mudah. Makanya gue jaga bener-bener hahaha. Mungkin, harus latihan jaga barang lg biar nggak teledor. Dari hal yg kecil dulu. :3
Setuju! Gue juga. Intinya, mau berhasil ya usaha. Mau beli sesuatu yang nabung sendiri haha.
Iya, kalo nggak mau usaha, maticajalah~
Nice post.
Keep humble and write on.
Thanks, bang Roy! 😀
merinding vin bacanya, nice post 🙂 termotivasi haha 🙂
Thanks, aul! :))
Inspiratif kali postingan kau kali ini nih vin, vin..
Tulisan kayak gini nih yang bisa nyentil kita yang agak lupa bersyukur. Keren, vin! :)))
Makasih, ndra :))
Yap, nantikan postingan2 berikutnya hahaha.
Gue selalu diajarkan prihatin, selalu mencoba melihat yang di bawah dulu, baru yang di atas. Karena sesuatu yang di atas itu akan selalu lebih, dan membuat gue merasa gak cukup.
Ini posting yang pas dan inspiratip. Terus update broo 🙂
Nah, bener tuh. Thanks, bro! 😀
ojek sepeda, mang lo tinggal di mana bro sampe ada yang namanya ojek sepeda?
Naluri seorang ibu emang ga pernah salah itu kenapa Tuhan menempatkan surga di bawah telapak kaki ibu bukanya di bawah kaki meja
Ya nggak mungkin surga di bawah kaki meja, bro x))
bener katamu vin. kita harus melihat keatas untuk tahu diri dan melihat kebawah untuk bersyukur 🙂
itu ceritanya keren eh. bukunya ada terjemahan bahasa indonesia nya nggak vin?
Kayaknya belum ada. Itu buku Diary of Ma Yan bahasa Inggris setau gue hehe.
waaah.. Ternyata elo pernah bela2in ngojek sepeda demi beli buku… Ngeri juga usaha lo..
Semoga kalo nanti elo semakin populer, elo makin sibuk, elo masih bisa nyempetin waktu buat tetep nulis diblog ini…
Tetep jadi Kevin yang seperti sekarang~
Yap, pasti. Karena gue besar dan "dikenal" juga dari blog ini. Yoi!
Comments are closed.